(Bab 1) Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan
kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk mentatati ketentuan dan
norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu
organisasi. Etika
merupakan refleksi kritis terhadap moralitas. Etika pada akhirnya mengharapkan
agar orang bertindak sesuai dengan nilai dan normal moral yang berlaku, tetapi
kesesuaian itu bukan semata-mata karena tindakan itu diperintahkan oleh nenek
moyang, orang tua, guru, atau bahkan Tuhan melainkan karena ia sendiri tahu dan
sadar bahwa hal itu memang baik bagi dirinya dan orang lain. Ia sadar secara
kritis dan rasional bahwa ia memang sepantasnya bertindak seperti itu. Maka
dari itu, etika sebagai ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara
kritis dan rasional. Etika
memberi kita pegangan atau orientasi dalam menjalani kehidupan kita di dunia
ini. Tindakan manusia mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Ada dua
teori etika yaitu etika deontologi dan etika teleologi.
Etika deontologi
menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Tindakan itu bernilai
moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus
dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Misalnya
memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen, mengembalikan utang sesuai
kesepakatan. Ada tiga
prinsip etika yang harus dipenuhi.
- Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalan berdasarkan kewajiban.
- Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu yang artinya jika tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
- Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip tadi, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Etika
teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau
dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan mencapai sesuatu yang
baik atau jika akibat yang ditimbulkan baik dan berguna. Misalnya seorang anak
mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai secara
moral sebagai tindakan baik terlepas dari kenyataan bahwa secara legal ia bisa
dihukum. Namun jika tindakan itu bertujuan jahat maka tindakan itupun akan
dinilai jahat. Jadi etika teleologi lebih bersifat situasional.
(Bab 2) Profesi
dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah kehidupan dengan
mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan
komitmen pribadi dan moral yang mendalam. Orang professional melibatkan seluruh
dirinya dengna giat, tekun, dan serius menjalankan pekerjaannya itu. Karena ia
sadar dan yakin bahwa pekerjaan itu menyatu dengan dirinya. Ia tidak sekedar
menjalankan pekerjaannya sebagai hobi, mengisi waktu luang, atau sekedar
asal-asalan. Komitmen pribadi inilah yang melahirkan tanggung jawab besar dan
mendalam atas pekerjaannya. Orang professional itu mempunyai disiplin kerja
yang tinggi. Hanya dengan disiplin diri baik dalam waktu, ketekunan dalam
menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, maupun dalam menepati rencana kerja
yang telah digariskan, ia bisa berhasil dalam menjalankan tugas pekerjaannya
maupun berhasil mejnadi orang yang
sukses dan berguna bagi banyak orang. Secara umum, mereka mengabdi pada
masyarakat.
Orang yang professional
adalah orang yang dapat diandalkan dan dipercaya. Mereka tahu cara menjaga nama
baik, komitmen moral, tuntutan profesi, serta nilai dan cita-cita yang
diperjuangkan dalam profesinya. Profesi mempunyai tuntutan yang sangat tinggi
bukan saja dari orang luar melainkan dari dalam diri sendiri.
Dalam kaitan
dengan profesi pada umumnya, lama kelamaan hubungan antara pengabdian kepada
masyarakat dan nafkah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan
mengondisikan. Semakin professional seseorang dalam menjalankan profesinya itu,
semakin banyak pula ia memproleh imbalan atas profesinya. Ini sesungguhnya
adalah konsekuensi logis dari profesionalismenya. Artinya semakin baik dan professional
ia melayani masyarakat, semakin banyak pula orang yang menjadi langganannya dan
karena itu ia akan memproleh imbalan yang semakin baik. Maka istilah professional
hamper identik dengan mutu, komitmen, tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi.
Kode etik
menentukan identitas dan perilaku khususnya perilaku moral dari para professional
tersebut. Dengan kode etik atau komitmen moral, keahlian tidak lagi cukup untuk
menyebut seseorang sebagai orang yang professional karena terkadang keahlian
dapat menghancurkan hidup orang lain. Ada empat
prinsip etika profesi.
- Prinsip tanggung jawab. Professional bertanggung jawab menjalankan pekerjaannnya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan. Ia bertanggung jawab atas dampak profesi pada tingkat dimana profesi itu membawa kerugian secara disengaja atau tidak, ia harus bertanggung jawab atas hal itu. Bentuknya bisa saja mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus jika melakukan kesalahan, mundur dari jabatan, dan sebagainya.
- Prinsip keadilan. Prinsip keadilan menunjukkan bahwa dalam menjalankan profesi, ia tidak merugikan hal dan kepentingan pihak lain. Orang yang professional tidak boleh mebeda-bedakan pelayanan dan kadar pelayanan.
- Prinsip otonomi. Prinsip ini dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalan profesinya. Prinsip ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
- Prinsip integritas moral. Profesional punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain. Prinsip ini tuntutan ia atas dirinya sendiri. Ia menuntut dirinya untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan oleh profesinya.
(Bab 3) Bisnis
memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai permainan
persaingan yan ketat. Namun bisnis tidak sepenuhnya seratus persen sama dengan
judi atau permainan. Yang dipertaruhkan dalam bisnis melebihi uang atau barang
material. Dalam bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya, keluarganya,
seluruh hidupnya, hidup serta nasib karyawan beserta keluarga mereka, nasib
umat manusia pada umumnya. Bisnis adalah sebuah pertaruhan yang menyangkut
nilai-nilai yang hakiki seperti kehidupan manusia dan nasib begitu banyak orang
yang terkait. Maka dalam bisnis, mereka tidak sekedar main-main. Kalaupun itu
adalah permainan, ini sebuah permainan yang penuh perhitungan.
Cara dan
strategi harus diperhitungkan secara matang sehingga tidak sampai merugikan
orang atau pihak lain dan agar pada akhirnya juga tidak sampai merugikan diri
sendiri. Dalam bisnis ada nilai manusiawi yang harus dipertaruhkan maka cara
dan strategi untuk menangpun harus manusiawi. Dengan kata lain cara dan
strategi bisnispun harus etis.
Bisnis
adalah fenomena modern yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bisnis
terjadi dan berlangsung dalam masyarakat. Bisnis dilakukan di antara manusia
yang satu dan manusia yang lainnya. Itu berarti norma atau nilai yang dianggap
baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya mau tidak mau juga ikut dibawa
dalam kegiatan dan kehdupan bisnis seorang pelaku bisnis sebagai manusia.
Demikian pula setiap relasi bisnis selalu bekerja dengan harapan dan tuntutan
agar lawannya melakukan bisnis secara fair dengannya paling kurang dengan
memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Kalau tidak, relasi itu akan putus dan
tidak akan bertahan. Sebaliknya ia sendiri mengikat dirinya untuk tidak menipu
karyawannya sebagaimana yang dituntutnya dari karyawannya. Atau, ia sendiri
mengikat dirinya untuk menjalankan bisnisnya secara fair dan baik dengan pihak lain.
Atas dasar
ini, bisnis yang berhasil juga sebagian besar ditentukan dan diukur berdasarkan
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat itu, termasuk nilai dan norma
moral. Artinya kalau mau berhasil, operasi bisnis tidak hanya ditentukan oleh
kiat bisnis murni melainkan juga oleh penghayatan nilai dan norma moral social.
Contohnya adalah bisnis di Jepang. Bisnis Jepang berhasil ditentukan oleh
karena pengusaha Jepang mematuhi dan menghayati betul nilai, moral, social, dan
budaya dalam kegiatan bisnisnya.
Tujuan utama
bisnis adalah mengejar keuntungan. Dari sudut pandang etika, keuntungan
bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik
dan diterima. Karena pertama, keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan
dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memproleh keuntungan tidak ada pemilik
modal yang bersedia menanamkan modalnya. Karena itu berarti tidak akan terjadi
aktivitas ekonomi yang produktif demi mecamu pertumbuhan ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya
bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada
tingkat dan taraf hidup yang semakin baik. Lebih dari itu, dengan keuntungan
yang terus diproleh, perusahaan dapat mengembangkan terus usahanya dan berarti
membuka lapangan kerja bagi banyak orang lainnya dan dengan demikian memajukan
ekonomi nasional.
Dalam
persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisa sadar betul bahwa perusahaan yang
unggul bukan hanya perusahaan yang mempunyai kinerja
bisnis-manajerial-finansial yang baik melainkan juga mempunyai kinerja etis dan
etos bisnis yang baik. Hanya perusahaan yang mampu mempertahankan mutu,
memenuhi permintaan pasar dengan tingkat harga, mutu, dan waktu yang tepat akan
menang. Hanya perusahaan yang mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan
apa yang dianggapnya baik dan diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan
bertahan lama.
Para pelaku
bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah raja. Kepercayaan konsumen
tidak hanya dipertahankan dengan bonus ini itu melainkan harus dijaga dengan
memperlihatkan citra bisnisnya sebagai bisnis yang baik dan etis.
Anggapan
bahwa bisnis adalah kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas
adalah sama sekali tidak benar. Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan
sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika dank
arena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Dalam iklim bisnis
yang terbuka dan bebas, perusahaan yang menjalankan bisnisnys secara baik dan
etis dan perusahaan yang memperlihatkan hak dan kepentingan semua pihak yang
berkait dengan bisnisnya akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
(Kesimpulan) Bisnis
dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan.
Bisnis hanya bisa dinilai dengan kategori dan norma bisnis bukan dengan
kategori dan norma etika. Namun bisnis bisa
berkembang menjadi sebuah profesi yang luhur atau etis. Berarti bisnis perlu
dijlankan secara etis. Bisnis tidak sepenuhnya merupakan profesi yang kotor
jika ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif dan aturan yang jelas
serta fair. Tanpa itu bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor,
penuh intrik, tipu daya, dan penuh pembelian kekuasaan ekonomi dan politik demi
segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan hak dan masyarakat luas.
sumber:
Etika Bisnis "Tuntutan dan Relevansinya" oleh Dr. A. Sonny Keraf



