Tuesday, September 29, 2015

Etika Bisnis

10:26 PM Posted by shufflinstars , , , No comments

(Bab 1) Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk mentatati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi. Etika merupakan refleksi kritis terhadap moralitas. Etika pada akhirnya mengharapkan agar orang bertindak sesuai dengan nilai dan normal moral yang berlaku, tetapi kesesuaian itu bukan semata-mata karena tindakan itu diperintahkan oleh nenek moyang, orang tua, guru, atau bahkan Tuhan melainkan karena ia sendiri tahu dan sadar bahwa hal itu memang baik bagi dirinya dan orang lain. Ia sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sepantasnya bertindak seperti itu. Maka dari itu, etika sebagai ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Etika memberi kita pegangan atau orientasi dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini. Tindakan manusia mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Ada dua teori etika yaitu etika deontologi dan etika teleologi
Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Misalnya memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen, mengembalikan utang sesuai kesepakatan. Ada tiga prinsip etika yang harus dipenuhi. 
  1. Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalan berdasarkan kewajiban. 
  2. Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu yang artinya jika tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
  3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip tadi, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik atau jika akibat yang ditimbulkan baik dan berguna. Misalnya seorang anak mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai secara moral sebagai tindakan baik terlepas dari kenyataan bahwa secara legal ia bisa dihukum. Namun jika tindakan itu bertujuan jahat maka tindakan itupun akan dinilai jahat. Jadi etika teleologi lebih bersifat situasional.

(Bab 2) Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk nafkah kehidupan dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi dan moral yang mendalam. Orang professional melibatkan seluruh dirinya dengna giat, tekun, dan serius menjalankan pekerjaannya itu. Karena ia sadar dan yakin bahwa pekerjaan itu menyatu dengan dirinya. Ia tidak sekedar menjalankan pekerjaannya sebagai hobi, mengisi waktu luang, atau sekedar asal-asalan. Komitmen pribadi inilah yang melahirkan tanggung jawab besar dan mendalam atas pekerjaannya. Orang professional itu mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Hanya dengan disiplin diri baik dalam waktu, ketekunan dalam menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, maupun dalam menepati rencana kerja yang telah digariskan, ia bisa berhasil dalam menjalankan tugas pekerjaannya maupun berhasil mejnadi  orang yang sukses dan berguna bagi banyak orang. Secara umum, mereka mengabdi pada masyarakat.
Orang yang professional adalah orang yang dapat diandalkan dan dipercaya. Mereka tahu cara menjaga nama baik, komitmen moral, tuntutan profesi, serta nilai dan cita-cita yang diperjuangkan dalam profesinya. Profesi mempunyai tuntutan yang sangat tinggi bukan saja dari orang luar melainkan dari dalam diri sendiri.
Dalam kaitan dengan profesi pada umumnya, lama kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan nafkah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengondisikan. Semakin professional seseorang dalam menjalankan profesinya itu, semakin banyak pula ia memproleh imbalan atas profesinya. Ini sesungguhnya adalah konsekuensi logis dari profesionalismenya. Artinya semakin baik dan professional ia melayani masyarakat, semakin banyak pula orang yang menjadi langganannya dan karena itu ia akan memproleh imbalan yang semakin baik. Maka istilah professional hamper identik dengan mutu, komitmen, tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi.
Kode etik menentukan identitas dan perilaku khususnya perilaku moral dari para professional tersebut. Dengan kode etik atau komitmen moral, keahlian tidak lagi cukup untuk menyebut seseorang sebagai orang yang professional karena terkadang keahlian dapat menghancurkan hidup orang lain. Ada empat prinsip etika profesi. 
  1. Prinsip tanggung jawabProfessional bertanggung jawab menjalankan pekerjaannnya sebaik mungkin dan dengan hasil yang  memuaskan. Ia bertanggung jawab atas dampak profesi pada tingkat dimana profesi itu membawa kerugian secara disengaja atau tidak, ia harus bertanggung jawab atas hal itu. Bentuknya bisa saja mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus jika melakukan kesalahan, mundur dari jabatan, dan sebagainya. 
  2. Prinsip keadilan. Prinsip keadilan menunjukkan bahwa dalam menjalankan profesi, ia tidak merugikan hal dan kepentingan pihak lain. Orang yang professional tidak boleh mebeda-bedakan pelayanan dan kadar pelayanan. 
  3. Prinsip otonomi. Prinsip ini dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalan profesinya. Prinsip ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. 
  4. Prinsip integritas moral. Profesional punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain. Prinsip ini tuntutan ia atas dirinya sendiri. Ia menuntut dirinya untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan oleh profesinya.
(Bab 3) Bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai permainan persaingan yan ketat. Namun bisnis tidak sepenuhnya seratus persen sama dengan judi atau permainan. Yang dipertaruhkan dalam bisnis melebihi uang atau barang material. Dalam bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya, keluarganya, seluruh hidupnya, hidup serta nasib karyawan beserta keluarga mereka, nasib umat manusia pada umumnya. Bisnis adalah sebuah pertaruhan yang menyangkut nilai-nilai yang hakiki seperti kehidupan manusia dan nasib begitu banyak orang yang terkait. Maka dalam bisnis, mereka tidak sekedar main-main. Kalaupun itu adalah permainan, ini sebuah permainan yang penuh perhitungan.
Cara dan strategi harus diperhitungkan secara matang sehingga tidak sampai merugikan orang atau pihak lain dan agar pada akhirnya juga tidak sampai merugikan diri sendiri. Dalam bisnis ada nilai manusiawi yang harus dipertaruhkan maka cara dan strategi untuk menangpun harus manusiawi. Dengan kata lain cara dan strategi bisnispun harus etis.
Bisnis adalah fenomena modern yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bisnis terjadi dan berlangsung dalam masyarakat. Bisnis dilakukan di antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya. Itu berarti norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya mau tidak mau juga ikut dibawa dalam kegiatan dan kehdupan bisnis seorang pelaku bisnis sebagai manusia. Demikian pula setiap relasi bisnis selalu bekerja dengan harapan dan tuntutan agar lawannya melakukan bisnis secara fair dengannya paling kurang dengan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Kalau tidak, relasi itu akan putus dan tidak akan bertahan. Sebaliknya ia sendiri mengikat dirinya untuk tidak menipu karyawannya sebagaimana yang dituntutnya dari karyawannya. Atau, ia sendiri mengikat dirinya untuk menjalankan bisnisnya secara fair dan baik dengan  pihak lain.
Atas dasar ini, bisnis yang berhasil juga sebagian besar ditentukan dan diukur berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat itu, termasuk nilai dan norma moral. Artinya kalau mau berhasil, operasi bisnis tidak hanya ditentukan oleh kiat bisnis murni melainkan juga oleh penghayatan nilai dan norma moral social. Contohnya adalah bisnis di Jepang. Bisnis Jepang berhasil ditentukan oleh karena pengusaha Jepang mematuhi dan menghayati betul nilai, moral, social, dan budaya dalam kegiatan bisnisnya.
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memproleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya. Karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi mecamu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang semakin baik. Lebih dari itu, dengan keuntungan yang terus diproleh, perusahaan dapat mengembangkan terus usahanya dan berarti membuka lapangan kerja bagi banyak orang lainnya dan dengan demikian memajukan ekonomi nasional.
Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisa sadar betul bahwa perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan yang mempunyai kinerja bisnis-manajerial-finansial yang baik melainkan juga mempunyai kinerja etis dan etos bisnis yang baik. Hanya perusahaan yang mampu mempertahankan mutu, memenuhi permintaan pasar dengan tingkat harga, mutu, dan waktu yang tepat akan menang. Hanya perusahaan yang mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya baik dan diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan bertahan lama.
Para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah raja. Kepercayaan konsumen tidak hanya dipertahankan dengan bonus ini itu melainkan harus dijaga dengan memperlihatkan citra bisnisnya sebagai bisnis yang baik dan etis.
Anggapan bahwa bisnis adalah kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas adalah sama sekali tidak benar. Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika dank arena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang menjalankan bisnisnys secara baik dan etis dan perusahaan yang memperlihatkan hak dan kepentingan semua pihak yang berkait dengan bisnisnya akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.

(Kesimpulan) Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan. Bisnis hanya bisa dinilai dengan kategori dan norma bisnis bukan dengan kategori dan norma etika. Namun bisnis bisa berkembang menjadi sebuah profesi yang luhur atau etis. Berarti bisnis perlu dijlankan secara etis. Bisnis tidak sepenuhnya merupakan profesi yang kotor jika ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif dan aturan yang jelas serta fair. Tanpa itu bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor, penuh intrik, tipu daya, dan penuh pembelian kekuasaan ekonomi dan politik demi segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan hak dan masyarakat luas.

sumber:
Etika Bisnis "Tuntutan dan Relevansinya" oleh Dr. A. Sonny Keraf

0 comments:

Post a Comment